Mencuri itu buruk, tapi kata seorang ahli hikmah ada jenis pencurian yang
lebih buruk lagi. Apa itu? Berbohong. Ya, tahukah kamu kalau berbohong itu
termasuk jenis ‘pencurian’, mencuri akal. Malah, dibandingkan pencurian biasa,
berbohong bisa lebih menyakitkan dan menyebalkan.
Memang, tidak
ada orang yang senang bila kecurian. Apalagi bila barang yang dicuri adalah
benda berharga kesayangan, seperti jam tangan, ponsel atau motor. Sulit rasanya
untuk percaya dan menerima kenyataan kalau barang-barang itu sudah raib. Ludes
disikat maling. Tapi, biasanya luka itu akan segera hilang karena memang kita
sadar barang-barang itu sudah tidak ada di depan mata dan lenyap dari genggaman
tangan kita.
Nah, berbohong berarti mengelabui orang lain, memanipulasi sesuatu,
membuat orang lain percaya pada sesuatu yang tidak ada. Itu bisa terjadi untuk
waktu sehari, dua hari atau malah seumur hidup. Orang yang dibohongi nggak
sadar kalau ia telah kehilangan sesuatu, yakni kepercayaannya. Bila seorang
pembohong mendapatkan kepercayaan dari orang yang berhasil dikelabuinya, maka si
pembohong bukan saja mendapat simpati, tapi juga harta, kehormatan, dan apa
saja yang ia inginkan. Inilah pencurian yang paling menyakitkan dan menyebalkan.
Katakanlah, ada seorang anak yang berbohong pada orang tuanya kalau ia
ditunjuk oleh gurunya menjadi anggota tim basket sekolah untuk sebuah
kompetisi, ortunya mungkin akan bangga. Berikutnya, saat sang anak minta
dibelikan sepatu yang baru – untuk berlatih dan bertanding –. Ortu yang sudah
kepalang bangga dan sayang pada sang anak pasti berusaha membelikannya.
Begitupula ketika sang anak minta tambahan uang jajan dengan alasan pergi
berlatih dan bertanding, lagi-lagi orang tua akan mengabulkan. Jadi, sudahlah
sang anak – yang berbohong itu – mendapatkan kebanggaan dari orang tua, masih
mendapatkan sepatu baru dan juga tambahan uang jajan. Maka, kamu bisa paham kan
kenapa sampai ada ahli hikmah yang mengatakan bahwa berbohong jauh lebih buruk
dari mencuri?
Dalam kehidupan, banyak alasan kenapa orang mau berbohong; untuk
ketenaran, untuk kekayaan, atau untuk keselamatan dirinya. Beberapa tahun
silam, ada duo rapper yang punya nama grup Milli Vanilli. Lagu-lagu mereka
macam Girl You Know It’s True dan Ma Baker jadi jawara di sejumlah
tangga lagu mancanegara. Album mereka laris dan diganjar sejumlah penghargaan.
Ternyata, terbukti kemudian kalau mereka berdua bukanlah penyanyi sebenarnya.
Mereka cuma lipsync. Ini contoh kebohongan
untuk mendapatkan ketenaran dan juga kekayaan.
Ada kebohongan untuk menyelamatkan diri. Seorang pencuri kambing yang
tertangkap basah sedang menuntun kambing curiannya bisa dengan mudah ngeles, menghindar dari tuduhan
mencuri. “Ini bukan pencurian. Saya hanya mungut tali,
tahu-tahu ada kambing yang mengikuti dari belakang.” Bahkan, pada
zaman khalifah Umar bin Khaththab ra. seorang pencuri dengan berani berbohong
atas nama Allah. “Aku mencuri atas takdir
Allah,” katanya pada hakim. Akhirnya pengadilan menghukum pencuri
itu dengan jilid dan potong tangan. Hukuman potong tangan untuk kasus
pencuriannya yang mencapai batas ? dinar, dan sanksi jilid untuk kebohongan
atas nama Allah.
Dan, ada juga kebohongan untuk alasan ideologis. Untuk menyesatkan orang.
Darwin dan para pengikutnya bisa jadi contoh. Untuk membuat orang percaya bahwa
Tuhan itu tidak ada, berbagai khayalan mereka buat dengan sebutan teori ilmiah.
Teori generatio spontaneae, evolusi, dsb.
Untuk membuat
orang sedunia percaya bahwa Islam dan kaum Muslimin adalah ancaman, orang-orang
kafir melatih berbagai milisi bersenjata yang terdiri dari orang-orang Islam. Al
Qaida, salah satunya. Itu mereka lakukan untuk memadamkan cahaya Islam yang
mulia.
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya Allah,
padahal Allah menyempurnakan cahayaNya meskipun orang-orang kafir membencinya.”(Ash
Shaf [61]:8).
* * * * * *
Berbohong adalah perbuatan yang akan mengotori lidah, pikiran dan jiwa
kita. Bahkan kebohongan dapat merusak kehidupan manusia. Pantas, kalau
berbohong diharamkan oleh agama. Sabda Nabi saw.:
“Sesungguhnya kejujuran itu memberikan petunjuk
pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan itu memberikan petunjuk pada surga, dan
sesungguhnya seseorang berlaku jujur hingga ia menjadi orang yang shiddiq.
Sesungguhnya dusta itu menunjukkan pada kejahatan, sedangkan kejahatan
menunjukkan pada neraka, dan sesungguhnya seseorang berbuat dusta sampai
ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.”(HR. Bukhari).
Jangan main-main, berdusta juga satu tanda kemunafikan. Kata Nabi saw.:
“Tanda-tanda orang munafik ada tiga; jika
berkata ia berdusta, jika berjanji ia ingkar, jika dipercaya ia berkhianat.”(HR.
Bukhari).
Sama sekali
tidak ada kebaikan dalam kebohongan. Allah dan Rasul mencelanya, sementara
manusia membencinya.
Memang ada berbohong yang dibolehkan oleh agama. Ini, yang sering
dibilang oleh kita sebagai kebohongan putih (white lies). Ada
tiga perkara dimana seorang muslim halal berbohong pada keadaan tersebut. Kata
Rasulullah saw.:
“Tidak halal berdusta kecuali dalam tiga
perkara; seorang suami yang berkata pada istrinya agar ia ridlo, dusta dalam
peperangan, dan dusta untuk memperbaiki hubungan di antara manusia,”(HR.
Turmudzi).
Berbohong
juga ibarat candu. Orang yang pernah melakukannya biasanya ketagihan untuk
mengulanginya. Apalagi kalau kebohongan itu memberikan apa yang mereka
inginkan. Pikir para pembohong, kalau dulu saya berhasil, kali ini juga pasti
bisa.
Selain karena ketagihan, mereka yang pernah berbohong juga akan ‘dipaksa’
melakukan kebohongan babak berikutnya. Sebuah nasihat mengatakan, “Siapa yang pernah melakukan kebohongan, maka
bersiaplah melakukan kebohongan berikutnya.” Ya, seorang pembohong
membutuhkan kebohongan baru untuk menutupi kebohongan yang lama. Agar tidak
dikuak kebenaran ceritanya, maka seorang pembohong mau tidak mau akan terus
berbohong.
Maka berbohong juga menciptakan ketakutan. Coba kita pikir, pembohong
mana yang senang terbongkar kebohongannya? Otomatis, seorang pembohong akan
hidup dalam kecemasan dan jauh dari rasa nyaman. Setiap saat ketakutan
kalau-kalau kebohongannya terbongkar. Ia sadar, bila itu terjadi, bisa-bisa
seumur hidup orang tak percaya. Sekali lancung ke ujian,
seumur hidup orang tak percaya.
Terakhir,
para pembohong semestinya sadar, secanggih apapun mereka membual, menyebarkan
kepalsuan, sebenarnya mereka sedang menipu diri sendiri. Kenyataannya tetap
saja mereka tidak bisa menipu Allah SWT. Dialah yang bakal membongkar segala
kepalsuan. Cepat atau lambat.
” Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang
yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak
sadar.”(Al Baqarah [2]:9).
link Terkait :www.gaulislam.com
0 komentar:
Posting Komentar